STAKEHOLDERS: PERAN DAN KENDALA PELIBATANNYA DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA DI BALI
DOI:
https://doi.org/10.52352/jpar.v17i2.43Keywords:
peran stakeholder, kendala, desa wisata, agent of change, FGDAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan peran stakeholder sebagai “pemain utama” serta kendala-kendala pelibatan mereka dalam pengembangan desa wisata di Bali. Lokasi penelitian dilakukan pada empat kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Bangli, Gianyar, Badung dan Tabanan. Data diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD), dimana narasumber dipilih secara purposive, selain data juga diperoleh melalui studi dokumentasi. Analisis kualitatif dipilih untuk mereduksi, memilah serta menginterpretaskan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah sebagai regulator, fasilitator, dan eksekutor
hendaknya: (1) mendorong pengembangan desa wisata sesuai potensinya, bukan atas alasan politis dan/atau karena sekadar untuk memperoleh dana bantuan, (2) mengkaji secara konprehensif desa wisata yang akan dikembangkan, (3) menyiapkan perencanaan yang matang dengan mengintegrasikan rencana pembangunan pada tingkat yang lebih tinggi dengan rencana kerja yang disusun masyarakat, (4) memberikan pelatihan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat local dalam pengembangan desa wisata, dan (5) memonitor dan mengevaluasi kegiatan masyarakat dalam pengembangan desa wisata.Masyarakat hendaknya secara kritis mengembangkan diri dan lingkungannya, serta menerapkan nilai-nilai lokal serta mengedepankan keunikan budaya Bali sebagai kekuatan pengembangan desa wisata, sementara itu pengusaha diharapkan berperan dalam peningkatan kapasitas masyarakat dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal terkait kebutuhan desa wisata, peran akademisi diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam mengidentifikasi permasalahan desa wisata dan mencarikan solusinya, sementara pers dapat menonjolkan fungsi kontrol dan penyebarluasan informasi kepada publik. Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan desa wisata terkait dengan koordinasi antar stakeholders serta belum adanya agent of change yang mampu mengkoordinir peran stakeholders tersebut.